Prolog
Common
Sense saat ini tidak lagi menjadi kata yang abstrak. Diksi ini telah menjadi
perbincangan baik di kalangan menengah ke bawa maupun ke atas. Lalu apa itu
common sense yang sesungguhnya?
Commonsense
dalam Kamus Inggris-Indonesia diartikan sebagai ‘akal sehat’. Common sebagai kata benda adalah suatu
keadaan yang biasa, sedangkan common
sebagai kata sifat adalah biasa, lazim, umum, bersama, dan lain-lain. Dengan
demikian, Common sense adalah kemampuan menalar sesuai dengan keadaan yang umum dan lazim.
Berikut
beberapa pandangan tentang Common sense:
Aristoteles
Bagi Aristoteles, kebenaran pengetahuan adalah
ketika pengetahuan tentang objek itu identik atau sama persis dengan objek yang
dicerap. Baginya pengetahuan aktual idektik dengan objeknya (Aristoteles, on the soul, Book III,
5-6).
Common
Sense baginya adalah suatu kemampuan utama bagi penginderaan (Aristoteles, on Memory and Reminiscence, 450). Common
Sense memiliki peran dan fungsi untuk
mencerap secara langsung setiap saat objek yang dihadapi. Tujuanya adalah agar
dapat dipahami secara menyeluruh dalam kaitannya dengan objek lain.
Common
sense merupakan suatu kemampuan dalam diri subjek untuk mencerap dan memahami
objek tertentu yang memiliki sifat common
sensible (Aristoteles, on the soul, Book
III).
Berkeley
Berkeley
adalah seorang filosof inggris yang mengikuti teori Jhon Locke yang menyatakan
bahwa kenyataan-objek dapat dicerap melalui pengalaman indera. Pencerapan
identik dengan gagasan yang diinderai. Pencerapan terjadi karena hubungan
antara indera penglihatan dan indera peraba dengan indera lainnya.
Benda
material-objek pengetahuan yang diamati adalah ide atau kumpulan ide. Prinsip filsafatnya adalah
“Esse Est Percipi” perngethauna
terjadi karena cerapan indera terhadap fenomena konkret dunia lain. Jika
pengetahuan itu tidak memiliki hubungan yang mendalam dengan pengamat , tanpa
hubungan dengan ide, dan tanpa hubungan dengan gagasan tentang dunia konkret
akan menjadi pendapat yang amat membahayakan (Berkeley, 1957, 280).
Pendapat
yang muncul karena prasangka, nafsu, dan tanpa dipikirkan secara mendalam,
pengetahuan, yang dibangun berdasarkan fenomena bukan merupakan idea tau
gagasan dan tidak atas desakan budi merupakan pengetahuan tentang kebiasaan
umum yag telah terbiasa dikemukakan dalam pembicaraan umum tentang objek
penginderaan.
Common
sense menurutnya adalah pengetahuan manusia pada umumnya tentang kenyataan. Kenyataan yang sesungguhnya hanya merupakan
penampakan benda yang dicerap indera, namun hasil pencerapan semacam itu
bukanlah idea tau gagasan, sehingga bukan merupakan pengetahuan yang dapat
dipertanggungjawabkan evidensinya.
Thomas Reid
Bagi
Reid subjek yang mengetahui akan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dan
dari pengalaman itu boleh jadi disimpulkan segala hal yang berkaitan dengan
pengalaman yang ditemui di sekitarnya.
Oleh karena itu, setiap pengalaman harus mengalami penyempurnaan ddan
revisi yang cukup mendasar dengan animal
principle yang memiliki pengaruh besar bagi tingkahlaku dan karakter
manusia.
Common
sense merupakan prinsip utama yang bersifat pasti yang menentukan oleh hakikar
pngetahuan yang telah meletakkan pada suatu kepercayaan yang niscaya. Atau
dengan kata lain common sense merupakan suatu tingkatan putusan yang amat umum
bagi manusia, sehingga dapat memahami dan melakukan pekerjaan dengan benar.
Sehingga common sense dapat secara jujur menolak suatu kesimpulan yang tidak
mengacu pada suatu penalaran yang diletakkan pada dasar pembentukan pengetahuan
berdasar pada pengalaman (Reid, 1941).
Bradley
Bradley
berseberangan dengan pemikiran Inggris sebelumnya yang bersifat emperialistik
oleh karena ia merupakan seorang yang beraliran realism. Baginya, yang absolute
adalah penampakan itu sendiri (Bradley, 1983).
Pengetahuan
baginya adalah putusan atau salinan tentang yang tampak. Pengetahuan tentang
yang tampak itu, merupakan asosiasi ide-ide. Hal ini sejalan dengan prinsip
logis Bradley bahwa penyimpulan hanya mungkin berdasarkan pada hal-hal yang
universal. Di dalam ‘Yang Absolut’ dapat diderivasi pemikiran tentang bentuk
khusus dari penampakan realitas konkret (Bredley, 247).
Common
sense adalah putusan subjek tentang penampakan. Dengan demikian, selalu ada
harmoni atau keseimbangan antara ‘Yang Absolut’ dengan pengetahuan manusia
tentang penampakan. Common sense bukan terjadi karena persepsi tentang
penampakan melainkan suasana keyakinan tentang emosional atau ‘Yang Absolut’.
George Edward Moore
Moore
dikenal sebagai salah satu dari “The Founder of the analytical philosophy”. Ia sangat
dipengaruhi atau bertumpu pada pemikiran epistemology Hume dan filsafat common
sense Reid. Dengan demikian, berdasarkan pendekatan analitis-epistemologis
terhadap common sense menyebakna Moore disebut sebagai tokoh Neo-Realisme atau
bahkan Realisme Naif.
Common
Sense bagi Moore adalah suatu kemampuan terpadu antara aktivitas penginderaan
dengan aktivitas kesadaran untuk memahami objek benda material secara langsung.
Pengetahuan common sense yang bertumpu pada pengetahuan perceptual dengan
data-indera sebagai realitas konkret. Baginya, Common sense dapat bermanfaat
jika dan hanya jika ilmuwan ataupun filsuf selalu mengembangkan pemikiran
sesuai denganbidang yang digumulinya.
Epilog
Epistemology
Common Sense Moore adalah epistemology yang bercorak Aristotelian yakni
pengetahuan yang bertumpu pada objek realitas yang berupa fakta yang harus
dapat diinderai secara langsung. Dalam hal ini, indera memiliki peran sentral
dalam tata cara memperoleh pengetahuan.
Maka
dari itu, muncul pertanyaan apakah di dalam kehidupan sosial masyarakat
kita memperhatikan peran indera sebagai
sarana untuk memperoleh pengetahuan? Ataukah kita lebih memperhatikan insting kita yang nyaman dalam zona
kekuasaan tanpa toleransi, arogansi tanpa empati.
Common
sense lebih mengajak kita untuk menggunakan akal sehat yang disertai dengan pendekatan
penginderaan sehingga keseluruhan tubuh dan jiwa manusia digerakan untuk
melihaat secara lebih dalam akan realitas yang terpampang di hadapan kita. Realitas
yang tampak bukanlah realitas yang
dibuat-buat atau disengaja, melainkan realitas yang ingin berbicara sesuatu
kepada kita. Pertanyaannya apakah kita menanggapi realitas tersebut sebagai sebuah
ungkapan tersebunyi atau kita lebih memilih untuk bersembunyi di balik arogansi
kekuasaan kita.
Let’s try to deepen our common
sense for the good social life.
0 Comments